NALARNESIA.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdapat ketidaksesuaian antara Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dengan ketentuan yang diatur dalam UU KPK.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa lembaganya telah mengadakan diskusi kelompok terpumpun (FGD) guna membahas permasalahan tersebut bersama para ahli hukum.
“Benar, pada Kamis, 10 Juli 2025, KPK menggelar FGD dengan para ahli hukum untuk membahas terkait implikasi rancangan KUHAP, yang di mana beberapa pasalnya tidak sinkron dengan tugas dan kewenangan KPK yang telah diatur dalam UU,” kata Budi saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat, 11 Juli 2025.
BACA JUGA: KPK Kaji Larangan Tahanan Pakai Masker saat Ditampilkan ke Publik
Ia menjelaskan bahwa ketidaksinkronan tersebut mengacu pada UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam FGD tersebut, menurut Budi, para pakar hukum sepakat mendukung penerapan prinsip lex specialis dalam RUU KUHAP terkait dengan penegakan hukum kasus korupsi yang selama ini dijalankan oleh KPK.
“Yang mana korupsi dipandang sebagai extraordinary crime, dan juga menjadi lex specialis dalam KUHP. Terlebih, kewenangan KPK dalam penyelidikan, penyidikan, penuntutan juga telah disahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Saat ini, RUU KUHAP tengah dibahas oleh Komisi III DPR RI sebagai bagian dari RUU prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025.
BACA JUGA: ICJR Mendorong Revisi UU ITE dan KUHP setelah Putusan MK yang Pertanyakan Kebebasan Berpendapat
Komisi III DPR RI menyatakan telah menyelesaikan tahap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang terdiri dari 1.676 poin pada Kamis, 10 Juli 2025.
Selanjutnya, proses revisi memasuki tahap pembahasan oleh Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi guna memproses sejumlah perubahan yang sudah didiskusikan bersama pemerintah.***