NALARNESIA.COM – PT PLN (Persero) menyiapkan sejumlah langkah untuk menjaga kestabilan finansial perusahaan dalam menghadapi gejolak harga energi yang dipicu oleh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menyatakan bahwa pelemahan kurs rupiah berdampak signifikan karena sebagian besar biaya operasional perusahaan berbasis mata uang asing, sedangkan seluruh pendapatan PLN dalam rupiah.
“Sebanyak 72 persen dari struktur biaya kami menggunakan valuta asing, sementara seluruh pendapatan dalam rupiah,” ujar Darmawan dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
PLN, katanya, telah melakukan simulasi terhadap potensi dampak pelemahan kurs, dengan skenario terbaik di angka Rp16.000 per dolar AS dan skenario terburuk di Rp17.500 per dolar.
Ia menjelaskan bahwa dalam simulasi terburuk, biaya pokok produksi listrik akan naik dari Rp1.822 per kWh menjadi Rp1.851 per kWh atau mengalami kenaikan sebesar Rp29 per kWh.
Kenaikan biaya tersebut berdampak langsung pada peningkatan kebutuhan subsidi dan kompensasi yang diperkirakan mencapai Rp6,5 triliun per tahun.
Untuk mengatasi risiko tersebut, PLN akan melakukan beberapa langkah mitigasi, termasuk meningkatkan penjualan listrik guna mendongkrak pendapatan perusahaan.
Selain itu, upaya efisiensi juga dilakukan melalui optimalisasi biaya operasional, namun Darmawan menegaskan bahwa langkah tersebut bukan berarti memangkas biaya secara serampangan.
BACA JUGA: Seorang Pria Tewas Tergantung di Pohon, Diduga Tersengat Kabel Listrik PLN Saat Mencari Pakan Hewan
“PLN juga berupaya menurunkan beban pembayaran utang melalui pengelolaan keuangan yang lebih bijak dan efisien. Strategi lindung nilai (hedging) pun diterapkan guna meminimalkan risiko fluktuasi nilai tukar serta pinjaman dalam valuta asing,” jelasnya.***