NALARNESIA.COM – Putra dari mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), Muhammad Thariq Kasuba, tidak hadir memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan Pemerintah Provinsi Maluku Utara dengan AGK sebagai tersangka.
Pemeriksaan terhadap Thariq Kasuba dijadwalkan pada Senin, 11 November 2024 di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Pada jadwal yang sama, penyidik juga memanggil seorang ibu rumah tangga bernama Nurul Iffah, yang juga tidak hadir tanpa memberikan keterangan.
“Saksi tidak hadir tanpa keterangan,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
KPK selanjutnya akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap kedua saksi tersebut. Menurut informasi yang dihimpun, Thariq Kasuba dijadwalkan untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Komisaris PT Fajar Gemilang.
Hingga kini, pihak KPK belum memberikan keterangan mengenai materi pemeriksaan yang akan digali penyidik.
Jaksa KPK sebelumnya mendakwa mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, telah menerima suap dan gratifikasi terkait jual beli jabatan serta proyek infrastruktur yang diperkirakan bernilai lebih dari Rp100 miliar.
Dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Ternate, Rabu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Rio Vernika Putra, menyebutkan bahwa terdakwa AGK menerima gratifikasi sebesar Rp99,8 miliar dan 30.000 dolar AS melalui transfer maupun secara tunai.
Dalam kasus ini, AGK menggunakan 27 rekening berbeda untuk menerima suap dan gratifikasi, baik menggunakan rekening pribadi, keluarga, maupun milik ajudannya.
BACA JUGA: Penyidik KPK Sita Rumah di Pondok Indah Terkait Kasus Korupsi PT Jembatan Nusantara
Jaksa juga merinci bahwa dari Rp99,8 miliar yang diterima AGK, sebesar Rp87 miliar diterima melalui transfer secara bertahap ke 27 rekening yang berbeda.
“Terdakwa menerima gratifikasi yang berasal dari fee proyek infrastruktur di Maluku Utara yang mencapai Rp500 miliar, yang bersumber dari APBN. Terdakwa diduga memerintahkan bawahannya untuk memanipulasi laporan perkembangan proyek, seolah-olah telah mencapai lebih dari 50 persen agar pencairan anggaran bisa dilakukan,” papar Rio.