Bully Mesti jadi Fokus Utama Demi Generasi Emas Indonesia 2045

Avatar
Kementerian Sosial melalui Sentra Terpadu Pangudi Luhur (STPL) Bekasi di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat pada Senin (30/9/2024) kembali mengadakan kampanye sosial pencegahan bullying (perundungan) dan kekerasan melalui program STPL Goes to School. (ANTARA/HO-Biro Humas Kemensos)
banner 468x60

NALARNESIA.COM – Kepala Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Trina Fizzanty, menyatakan bahwa di sekolah merupakan masalah serius yang perlu mendapatkan perhatian penuh demi mewujudkan Generasi Emas pada tahun 2045.

“Masalah ini bukan main-main. Ini masalah kita yang menjadi tumpuan kita untuk 2045 menjadi Emas,” ujar Trina dalam gelar wicara di TVRI Jakarta, Selasa.

banner 225x100

Trina menegaskan bahwa penting bagi sekolah untuk menciptakan lingkungan yang tidak hanya nyaman, tetapi juga aman dan ramah bagi -, sehingga mereka merasa bahagia saat mengikuti pembelajaran. Menurutnya, jika kondisi yang tidak menguntungkan terbentuk, dampak negatif akan terasa di masa depan.

BACA JUGA: Evaluasi Cara Pengasuhan Anak Diperlukan Bagi Orang Tua Pelaku Bully

, lanjut Trina, adalah perilaku agresif yang terjadi secara berulang, yang sering kali disebabkan oleh ketidakseimbangan dalam hubungan sosial antara pelaku dan korban. Ia menjelaskan bahwa anak yang menjadi pelaku perundungan mungkin terpengaruh oleh pola perlakuan yang sama di dalam keluarganya. Selain itu, faktor lingkungan sekolah juga bisa mendorong anak untuk merendahkan teman-temannya.

Untuk menghindari agar anak tidak menjadi pelaku perundungan, Trina menekankan pentingnya pendidikan inklusif yang mengajarkan anak-anak untuk menghargai keragaman sosial, ekonomi, dan fisik. Pendidikan karakter yang mendalam juga diperlukan agar nilai-nilai Pancasila dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa.

“Kita perlu cari apa penyebab atau akar masalahnya (yang tidak semata-mata menyalahkan anak). Sehingga nanti ketika penanganannya pun, kita tidak menyasar sesuatu yang kemudian menimbulkan masalah baru atau tidak menyelesaikan masalah,” kata Trina.

BACA JUGA: Jangan Salah! Ini Bedanya Bully dan Becanda

Terkait dengan perundungan yang melibatkan pelaku dengan kedudukan lebih tinggi dari korban, seperti guru atau , Trina menekankan pentingnya kesadaran terhadap kode etik profesi. Dia juga menyoroti perlunya pemberian sanksi yang memberikan efek jera pada pelaku dewasa.

Trina mengingatkan bahwa korban perundungan sering kali mengalami dampak psikologis yang serius, seperti perasaan rendah diri dan rasa tidak berguna, yang dapat berbahaya bagi mereka.

Perundungan sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023, yang mencakup pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan.

BACA JUGA: Kemensos Gencarkan Sosialisasi Cegah Perundungan dan Kekerasan di Sekolah

Trina menekankan bahwa peraturan ini harus dipahami dengan baik oleh semua pihak, termasuk sekolah, guru, orang tua, dan siswa, serta pentingnya sosialisasi yang melibatkan Dinas Pendidikan dan lembaga terkait lainnya.

“Tentu tidak hanya Dinas Pendidikan. Sebenarnya lembaga-lembaga yang punya perhatian terhadap pendidikan itu juga banyak. Jadi, mari sebenarnya kita bisa sama-sama menyosialisasikan hal tersebut. Bukan sosialisasi saja sebenarnya, kita membangun institusi sekolah yang memang didukung untuk menyelesaikan dan mencegah masalah perundungan,” ujar Trina.***

Leave a Reply