ICJR Mendorong Revisi UU ITE dan KUHP setelah Putusan MK yang Pertanyakan Kebebasan Berpendapat

Avatar
Ilustrasi suasana sidang di Gedung I Mahkamah Konstitusi, Jakarta. ANTARA/Fath Putra Mulya/aa.
banner 468x60

NALARNESIA.COM – Institute for Criminal Justice Reform () menuntut agar dilakukan peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik () dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Langkah ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan berbagai putusan terkait kebebasan berekspresi.

banner 225x100

Peneliti , Nur Ansar, dalam keterangan tertulisnya yang diterima di pada Rabu, menjelaskan bahwa Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 29 April 2024 menyatakan bahwa Pasal 27A yang mengatur tentang penghinaan terhadap kehormatan atau nama baik tidak berlaku untuk lembaga pemerintah.

“Putusan ini menunjukkan bahwa pasal penghinaan terhadap presiden, wakil presiden, pemerintah, dan lembaga negara dalam Pasal 218, 219, 240, dan 241 KUHP yang baru harus ditinjau dan dihapus,” ujar Nur Ansar.

BACA JUGA: BBPSU Dorong Peningkatan Literasi dan Perlindungan Bahasa Daerah Lewat Buku Cerita Anak Dwibahasa

juga menyoroti Nomor 78/PUU-XXI/2023 yang membatalkan Pasal 14 dan Pasal 15 dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana terkait penyebaran berita bohong.

Meskipun pasal tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku, ICJR mencatat bahwa ketentuan serupa tetap ada dalam Pasal 263 dan 264 KUHP yang baru.

“Ketentuan mengenai berita bohong harusnya dihapuskan dalam KUHP yang baru ini,” ujar Nur Ansar, mengingat pasal yang serupa masih ada di dalam UU ITE, tepatnya di Pasal 28 ayat (3).

MK dalam Putusan Nomor 115/PUU-XXII/2024 pada 29 April 2024, meskipun tidak menghapuskan pasal mengenai hoaks, menegaskan bahwa penyebaran informasi bohong hanya dapat dipidana jika menyebabkan kerusuhan di dunia nyata, bukan di ruang digital.

BACA JUGA: Ketua DPP PDIP Sebut Puan Maharani Telah Ditetapkan Sebagai Calon Tunggal Ketua DPR RI 2024-2029

Hal ini, menurut MK, sejalan dengan prinsip (HAM).

ICJR juga mengkritisi pengetatan norma dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE yang ditetapkan MK. Menurut putusan ini, penyebaran informasi kebencian yang dilakukan dengan sengaja dan di depan umum harus menimbulkan risiko nyata.

ICJR mengingatkan agar memerhatikan kesengajaan dan dampak dari setiap tindakan ujaran kebencian.

“Penafsiran ini seharusnya memprioritaskan prinsip kehati-hatian dan kesesuaian dengan hak berpendapat,” kata Nur Ansar.***

Leave a Reply