NALARNESIA.COM – Dokter spesialis penyakit dalam dari Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, dr. Anton Isdijanto, Sp.PD, menyatakan bahwa kebiasaan mengonsumsi garam dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan risiko terkena penyakit gagal ginjal.
“Di Indonesia itu belum ada edukasi kalori yang dibutuhkan berapa di luar makanan-makanan yang instan, terutama yang kandungan garamnya tinggi, gulanya tinggi, kalorinya juga jadi lebih tinggi,” kata Anton dalam diskusi daring di Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2024.
Anton menjelaskan bahwa sesuai anjuran Kementerian Kesehatan, batas maksimal konsumsi garam per hari adalah lima gram atau sekitar satu sendok teh. Sebagai contoh, mengonsumsi mi instan dapat memasukkan sekitar 3,7 hingga 3,8 gram garam ke dalam tubuh, belum termasuk kadar garam dari bumbu atau lauk tambahan.
BACA JUGA: Jangan Terlena! Kebanyakan Pasian Gagal Ginjal Berusia Dibawah 50 Tahun
“Yang dicari malah makanan instan, mi instan, pakai ayam goreng, ada tepung, ada garam, belum pakai bumbu-bumbu masak tinggi garam. Akhirnya apa? kena hipertensi sebagai gangguan metabolik,” ujar Anton.
Kelebihan garam membuat ginjal bekerja lebih keras untuk mengeluarkannya, memaksa jantung memompa darah lebih cepat. Tekanan darah yang meningkat akan merusak pembuluh darah pada ginjal, mengurangi kemampuan ginjal untuk menyaring zat yang masuk ke tubuh.
“Pada prinsipnya ini seperti air minum. Air mengalir karena dipompa, air bisa diminum kalau ia sudah tersaring. Jadi, darah kita dipompa jantung, dialirkan melalui pipa pembuluh darah dan disaring oleh ginjal. Kalau terganggu, yang membuat tekanan tinggi adalah jantung yang memompa dan dampaknya akan mengarah di bagian filter,” ucap Anton.
BACA JUGA: Cara Pengobatan Batu Ginjal Paling Ampuh, Simak Penjelasannya
Jika kondisi ini berlanjut, baik kualitas maupun bentuk ginjal akan terdampak, dan penderita mungkin memerlukan alat bantu seperti mesin cuci darah. Tekanan darah dalam tubuh juga akan meningkat secara keseluruhan.
Anton mencatat bahwa penderita gagal ginjal semakin banyak ditemukan pada usia di bawah 27 tahun. Selain pola makan, faktor lain yang berkontribusi adalah kurang tidur dan jarang berolahraga.
Oleh karena itu, ia mengimbau agar masalah ini menjadi perhatian bersama dan menjadi momen untuk menjalankan pola hidup sehat, seperti mengonsumsi lebih banyak sayur dan buah, mengurangi makanan asin dan instan, serta rutin berolahraga di tengah kesibukan.***