NALARNESIA.COM – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat menyebut pembebasan biaya pendidikan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) kemungkinan baru bisa diterapkan pada tahun ajaran 2026.
“Kalaupun dilaksanakan, saya kira cukup berat jika diterapkan tahun ini, karena tahun anggaran sudah berjalan setengah jalan,” kata Atip di Kampus UPI Bandung, Senin.
Ia menjelaskan bahwa putusan MK tersebut tidak semata-mata soal menggratiskan pendidikan, karena pelaksanaannya harus mempertimbangkan aspek pembiayaan.
BACA JUGA: Mendiktisaintek dan KPK Sepakat Perkuat Pendidikan Antikorupsi di Perguruan Tinggi
“Saat ini kami sedang berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk melihat kemungkinan pengalokasian anggaran. Intinya memang tergantung pada anggaran,” ucapnya.
Atip menambahkan bahwa sampai saat ini belum ada petunjuk teknis sebagai dasar pelaksanaan kebijakan tersebut.
“Teknisnya belum ada. Untuk pelaksanaannya, kami masih harus melakukan perhitungan terlebih dahulu,” ujarnya.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa negara wajib menggratiskan pendidikan dasar pada satuan pendidikan SD, SMP, dan madrasah atau sederajat, baik negeri maupun swasta.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar Putusan Nomor 3/PUU-XXII/2024 di Jakarta, Selasa (27/6).
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan bahwa frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” dalam Pasal 34 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) telah menimbulkan multitafsir dan perlakuan diskriminatif karena penerapannya hanya berlaku di sekolah negeri.
BACA JUGA: Kemendikdasmen Gelar Pameran Pendidikan untuk Dorong Transformasi dan Kolaborasi Nasional
MK menilai kondisi tersebut dapat menciptakan kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi siswa yang harus bersekolah di swasta karena keterbatasan daya tampung di sekolah negeri.
Negara tetap memiliki kewajiban konstitusional untuk menjamin tidak ada peserta didik yang terhambat memperoleh pendidikan dasar akibat faktor ekonomi dan keterbatasan fasilitas.***