NALARNESIA.COM – Aksi unjuk rasa dilakukan beberapa organisasi kewanitaan di Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Aksi itu bertepatan dengan peringatan Hari Perempuan Sedunia yang jatuh pada Jumat, 8 Maret 2024.
Massa aksi tergabung dari beberapa organisasi kewanitaan mulai dari Koalisi Perempuan Indonesia, Perempuan Mahardika, Kiara dan yang lainnya. Total organisasi yang melakukan aksi unjuk rasa pada hari ini sebanyak 43 organisasi dari seluruh Indonesia.
Koordinator Lapangan (Korlap), Susan mengatakan aksi yang terdiri dari para perempuan ini berjudul ‘Perempuan Geruduk Istana, Adili Jokowi Perusak Demokrasi'.
“Aksi ini terdiri para perempuan dari berbagai organisasi perempuan yang tergabung menjadi 1, ini aksi perempuan geruduk istana, adili Jokowi perusak demokrasi, sekaligus peringatan hari perempuan sedunia yang jatuh pada hari ini,” ujar Susan pada Jumat, 8 Maret 2024.
Susan mengatakan terdapat 3 tuntutan yang menjadi poin penting dalam aksi unjuk rasa kali ini. Mulai dari penegakan demokrasi dan supremasi hukum, mewujudkan kebijakan yang mendukung penghapusan kekerasan dan melindungi perempuan serta penuntasan berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu.
“Keterwakilan dalam politik, lalu ada juga isu HAM berat lalu pemiskinan yang itu banyak sekali. Misalnya, penggusuran, perampasan lahan, itu kan pemiskinan kepada perempuan,” kata dia.
Pemiskinan perempuan itu ia nilai dapat membuat para perempuan pergi ke kota hingga luar negeri untuk bisa mencari pekerjaan. Bekal ijazah pendidikan yang tidak terlalu tinggi menyebabkan para perempuan ini tidak bisa mendapatkan upah yang tinggi, hal itu menjadi pemicu penderitaan lainnya yang dialami kaum perempuan.
“Yang menyebabkan kawan-kawan perempuan ini karena tergusur misalnya dari tanah yang tergusur, akhirnya dia pindah mencari pekerjaan yang lain di kota, di kota Jakarta misalnya yang jelas upahnya rendah,” katanya.
BACA JUGA: Ada Perbedaan Suara antara Hitung Manual dan Sirekap, PPK Tapos Undur Rapat Pleno
Susan juga mengatakan bahwa upah kerja yang rendah itu memaksa para perempuan untuk berkerja keluar negeri sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Minimnya pemahaman dan pengetahuan para perempuan itu menambah resiko mereka sebagai korban kekerasan serta perdagangan manusia.
“Belum lagi karena upah rendah dia memaksa diri pergi ke luar negeri, keluar negerinya dalam kondisi yang tidak aman, yang mana dia juga belum paham kondisi luar negeri yang akhirnya ia mengalami kondisi trafficing,” jelasnya.