NALARNESIA.COM – Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, menyebutkan bahwa akan terjadi perubahan dalam tren konsumsi masyarakat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri tahun 2025.
Dikutip dari ANTARA pada Kamis, 27 Februari 2025 Esther menjelaskan bahwa meskipun perayaan Ramadhan dan Lebaran tetap berlangsung meriah, masyarakat akan melakukan penyesuaian dalam pengeluarannya.
“Nanti ketika Lebaran pun tetap akan ramai, tapi masyarakat akan menyesuaikan dengan kantong. Mereka akan tetap mudik, dan lain sebagainya, tapi ada cara sendiri untuk berlebaran dan menyambut bulan Ramadhan,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini dipengaruhi oleh melemahnya daya beli masyarakat akibat berbagai gejolak politik dan ekonomi yang terjadi di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.
BACA JUGA: Tips Memilih Menu Makanan untuk Sahur dan Berbuka Selama Ramadhan
Selain itu, Esther juga menyoroti penurunan jumlah kelas menengah sebagai salah satu faktor yang melemahkan daya beli. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan dari 57,33 juta jiwa pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta jiwa pada tahun 2024. Penurunan ini setara dengan 9,48 juta orang yang mengalami pergeseran kelas ekonomi, yang berpotensi melemahkan perekonomian nasional.
“Daya beli itu memang melemah, karena dibuktikan dengan turunnya jumlah kelas menengah, di angka 9-10 juta,” kata Esther.
Selain itu, ia menambahkan bahwa kenaikan harga yang lebih cepat dibandingkan dengan peningkatan upah menyebabkan pendapatan riil masyarakat menurun.
“Di sisi lain, kita lihat kenaikan harga itu lebih cepat daripada kenaikan upah, membuat pendapatan riil kita turun. Artinya nilai uang kita turun. Kemudian kita lihat bahwa sekarang ini ada efisiensi anggaran, dan lainnya, tapi yang kena juga kelas menengah,” ujarnya.
BACA JUGA: Tips Menjaga Kebersihan Mulut Saat Bulan Ramadhan
Sementara itu, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES), Suroto, menilai bahwa daya beli masyarakat sangat bergantung pada kebijakan pemerintah, terutama terkait kenaikan upah buruh.
“Kenaikan upah buruh itu langsung berpengaruh ke daya beli masyarakat. Namun, pemerintah kita saya rasa terlalu konservatif dalam menaikkan kebijakan upah buruh,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa kondisi ekonomi masyarakat kelas bawah semakin tertekan dalam satu dekade terakhir.
“Itu kenapa secara relatif sebetulnya dalam sepuluh tahun ini ekonomi masyarakat kelas ekonomi bawah merasakan penderitaan yang semakin berat,” ujarnya.***