NALARNESIA.COM – Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyatakan bahwa deforestasi telah menyebabkan satwa di dalam hutan, terutama satwa kunci di Aceh, menjadi terisolir.
“Deforestasi berdampak terhadap satwa kunci yaitu fragmentasi habitat hingga satwa menjadi terisolir,” kata Koordinator Polisi Hutan (Polhut) BKSDA Aceh, Rahmat, di Banda Aceh, Senin.
Rahmat mengungkapkan bahwa empat satwa kunci di Aceh, seperti Gajah Sumatera (populasi sekitar 1.100 ekor) dan orangutan (populasi sekitar 1.400 ekor), terdampak oleh deforestasi.
“Lalu yang mengkhawatirkan Harimau Sumatera sekitar 170-200 ekor dan Badak Sumatera lebih mengkhawatirkan 20 ekor lagi, dia tidak menyatu lagi, kelompoknya sudah terpisah,” ujarnya.
BACA JUGA:Perubahan Iklim Sebabkan Kerugian Negara Hingga Rp 544 Triliun Selama Periode 2020-2024
Menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, angka deforestasi hutan alam Aceh pada 2021-2022 mencapai sekitar 5,3 ribu hektare, dengan 2,8 ribu hektare di dalam kawasan hutan dan 2,5 ribu hektare di luar kawasan hutan.
Rahmat menekankan bahwa deforestasi dapat menyebabkan berkurangnya luas hutan, potensi bencana hidrometeorologi yang tinggi, hilangnya flora dan fauna, kerusakan kawasan hutan, dan pengecilan serta kerusakan habitat satwa liar dan sumber daya air.
Akibat dari penggundulan hutan terhadap satwa kunci, menurut Rahmat, tidak hanya membuatnya terisolir, tetapi juga mengurangi ruang gerak satwa, menyebabkan interaksi negatif dengan manusia, dan mengubah perilaku satwa.
“Perubahan perilaku satwa yang cenderung turun ke pemukiman. Contoh monyet sering dikasih makan, perilakunya menunggu di jalan berharap dikasih makan,” katanya.
BACA JUGA: Cegah Harimau Mangsa Ternak, BKSDA Sumbar Bangun Kandang Komunal
Aceh memiliki luas kawasan hutan dan perairan sekitar 3,5 juta hektare, yang terbagi menjadi hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi.
BKSDA Aceh telah melakukan upaya perlindungan dan pengamanan di kawasan hutan konservasi yang dikelolanya, termasuk patroli pengamanan, penandaan batas, pemasangan papan informasi kawasan/larangan, dan pemberdayaan masyarakat setempat.
“Kemudian kami juga memberikan sosialisasi, pelatihan peningkatan ekonomi masyarakat sekitar, serta operasi represif dalam rangka penegakan hukum,” kata Rahmat.***