NALARNESIA.COM – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan bahwa kasus peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dengan disabilitas yang dilepaskan alat bantu dengarnya (ABD) menjadi perhatian mereka.
“Apa yang menimpa Naufal ini tentu menjadi perhatian kami untuk selanjutnya akan kami komunikasikan bersama Kemendikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi), sehingga kejadian serupa tidak perlu terulang kembali,” kata Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra menanggapi kasus yang menimpa Naufal Athallah dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, 23 Juni 2024.
Sementara itu, Dhahana menyayangkan insiden yang menimpa Naufal saat mengikuti UTBK pada 14 Mei 2024. Ia menegaskan bahwa penggunaan ABD bukan bertujuan untuk kecurangan dalam ujian seleksi masuk perguruan tinggi.
Selain itu, ia menambahkan bahwa Indonesia, sebagai negara yang ikut serta dalam Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (CRPD), wajib mendorong terciptanya sistem pendidikan inklusif.
BACA JUGA: Bank DKI Resmikan Kebun Hidroponik dan Serahkan Bantuan Pendidikan Bagi Penyandang Cerebral Palsy
“Dapat kami sampaikan, pencopotan ABD Naufal tidak senapas dengan komitmen dan semangat pemerintah untuk mendorong pemenuhan serta penghormatan HAM bagi para penyandang disabilitas di dunia pendidikan tanah air,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan berbagai regulasi lainnya, pemerintah terus berupaya meningkatkan pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas secara berkelanjutan.
“Pelarangan penggunaan ABD membatasi akses penyandang disabilitas tunarungu untuk mendapatkan hak pendidikan yang setara dan inklusif,” imbuhnya.
Salah satu upaya pemerintah, lanjutnya, adalah dengan memasukkan penyandang disabilitas ke dalam kelompok sasaran Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia.
BACA JUGA: Prabowo Temui Perdana Menteri Arab Saudi di Jeddah, Bahas Hubungan Bilateral dan Palestina
“Langkah ini penting dilakukan agar berbagai elemen di dunia pendidikan termasuk penyelenggara UTBK dapat memiliki kesadaran yang lebih baik tentang pendidikan yang inklusif dan penghormatan hak-hak para penyandang disabilitas,” ujarnya.
Namun, ia mengakui masih terdapat tantangan teknis dalam mendorong pemenuhan HAM bagi penyandang disabilitas. Menurutnya, pemenuhan HAM di sektor publik, termasuk pendidikan, terkait dengan anggaran dan pemahaman tentang hak penyandang disabilitas.