NALARNESIA.COM – Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa Presiden memiliki wewenang untuk memberikan pengampunan kepada pelaku korupsi, namun hal tersebut harus melalui mekanisme pengawasan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait grasi dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam pemberian amnesti.
Supratman menegaskan bahwa tidak semua pelaku tindak pidana korupsi dapat dengan mudah mendapatkan amnesti atau grasi.
“Kalau melakukan grasi wajib minta pertimbangan ke MA. Sedangkan untuk amnesti, itu ke DPR. Artinya, perlu ada yang mengawasi sehingga adanya pertimbangan dari kedua institusi,” ujarnya di Kantor Kementerian Hukum (Kemenkum), Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.
Mantan Ketua Badan Legislasi DPR ini menambahkan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk memberikan hukuman maksimal bagi koruptor, dengan menekankan aspek pemulihan aset sebagai prioritas utama dalam penanganan tindak pidana korupsi.
BACA JUGA: Pengamat Mengatakan Pemecahan Kemenkumham agar Lebih Fokus
“Pemberian pengampunan bukan dalam rangka membiarkan pelaku tindak pidana korupsi bisa terbebas. Sama sekali tidak. Karena yang paling penting, bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, adalah bagaimana asset recovery itu bisa berjalan. Kemudian kalau asset recovery-nya bisa baik, pengembalian kerugian negara itu bisa maksimal. Presiden sama sekali tidak menganggap (pengampunan koruptor) dilakukan serta-merta,” tegas Supratman.
Ia juga menjelaskan bahwa pemberian pengampunan kepada pelaku tindak pidana adalah bagian dari hak konstitusional Presiden berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Namun, setelah amandemen UUD 1945, kewenangan tersebut tidak lagi bersifat absolut karena Presiden harus meminta pertimbangan dari MA dan DPR.
“Karena itu supaya keputusan yang diambil, apa itu grasi, amnesti, atau abolisi, ada aspek pengawasannya. Tidak serta-merta Presiden mengeluarkan tanpa pertimbangan kedua institusi tersebut,” ujar Supratman.
Selain Presiden, Supratman menyebut bahwa Jaksa Agung juga memiliki wewenang memberikan pengampunan kepada koruptor melalui mekanisme denda damai yang diatur dalam Undang-Undang Kejaksaan yang baru.
BACA JUGA: Komunitas Pemulung di Ponorogo Gelar Upacara HUT RI di TPA Tempat Mereka Bekerja
“Tanpa lewat presiden pun memungkinkan untuk memberikan pengampunan karena Undang-Undang Kejaksaan yang baru memberi ruang kepada Jaksa Agung untuk melakukan upaya denda damai bagi perkara tindak pidana korupsi,” jelasnya.