NALARNESIA.COM – Polisi Australia menangkap seorang remaja laki-laki berusia 16 tahun dalam penyelidikan terkait ancaman kekerasan daring yang ditujukan kepada sebuah masjid baru di Sydney. Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa ancaman tersebut mengandung referensi terhadap aksi terorisme.
Dalam sebuah komentar di bawah unggahan di akun Instagram masjid tersebut pada Senin, pelaku yang diduga bertanggung jawab atas ancaman itu mengancam akan melakukan serangan serupa dengan tragedi “Christchurch 2.0” di masjid yang berlokasi di Edmondson Park, wilayah barat Sydney.
Ancaman ini tampaknya merujuk pada insiden di Christchurch, Selandia Baru, pada 2019, di mana seorang warga Australia melakukan aksi teror dengan menembak mati 51 jemaah masjid.
BACA JUGA: Wakil PM dan Menhan Australia akan Hadiri Pelantikan Prabowo Gibran Besok
Remaja tersebut kemudian ditangkap di Eaton, wilayah barat daya Australia Barat, dan bersedia bekerja sama dengan polisi dalam penyelidikan, menurut pernyataan dari Polisi Australia Barat yang dikutip SBS News pada Selasa malam.
Sebelumnya, pada hari yang sama, Polisi New South Wales (NSW) mengumumkan bahwa mereka telah membuka penyelidikan setelah menerima laporan ancaman terhadap sebuah pusat keagamaan di Edmondson Park pada Senin.
“Tidak ada ancaman yang sedang berlangsung terhadap masyarakat, dan penyelidikan awal menunjukkan bahwa sumber ancaman tersebut berasal dari luar negara bagian,” demikian pernyataan resmi kepolisian.
Masjid yang menjadi target ancaman, Australian Islamic House, baru saja dibuka menjelang bulan suci Ramadan pada Jumat lalu dan telah menerima ratusan jemaah sejak saat itu.
“Kami sangat prihatin,” kata Presiden lembaga tersebut, Mazhar Hadid, dalam pernyataannya. Ia juga mendesak otoritas setempat untuk menangani ancaman ini dengan “tingkat urgensi tertinggi.”
Aliansi Warga Australia untuk Muslim serta Dewan Imam Nasional Australia turut menyampaikan keprihatinan mendalam atas keselamatan dan kesejahteraan umat Muslim di Sydney setelah ancaman tersebut.
Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menegaskan bahwa siapa pun yang bertanggung jawab atas ancaman “keji” ini harus menghadapi konsekuensi hukum sepenuhnya.
“Tidak ada tempat untuk hal seperti ini di Australia … rasisme dan Islamofobia tidak akan ditoleransi,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Perdana Menteri New South Wales, Chris Minns, dalam unggahan di platform X, menegaskan bahwa pemerintahannya serta kepolisian menangani kasus ini “dengan sangat serius.”***