NALARNESIA.COM – Hakim telah menjatuhkan hukuman 16 tahun penjara kepada Andi Andoyo, seorang pria yang mengidap skizofrenia, setelah dia membunuh seorang wanita berinisial FD (44) di dekat Apartemen Central Park, Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
“Betul, sudah divonis Senin, 8 Juli 2024” kata Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat Iwan Wardhana melalui pesan singkat di Jakarta,Jumat, 12 Juli 2024.
Menurut Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kasus Andi Andoyo dengan nomor perkara 150/Pid.B/2024/PN Jkt.Brt, dihukum berdasarkan pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“Menyatakan terdakwa Andi Andoyo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana,” tulis kolom putusan dalam SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
BACA JUGA: Polres Jakbar Berhasil Tangkap Pemasok Sabu yang Digunakan Virgoun
Jaksa penuntut umum awalnya menuntut hukuman 18 tahun penjara untuk Andi. Namun, majelis hakim memberikan keringanan dua tahun, sehingga hukuman menjadi 16 tahun penjara.
Pada 29 Oktober 2023, Andi membunuh FD. Polisi kemudian mengonfirmasi bahwa Andi mengidap skizofrenia paranoid berdasarkan vonis medis dari Rumah Sakit (RS) Polri Keramat Jati, Jakarta Timur.
“Setelah kurang lebih sekitar delapan hari dilakukan observasi di Rumah Sakit Bhayangkara tingkat 1 Polri (RS Polri Keramat Jati), didapat keterangan dari dokter forensik psikiatri, disampaikan bahwa terhadap tersangka AH didapati gangguan jiwa berat, yang dalam istilah kedokteran disebut dengan skizofrenia paranoid,” ucap Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol M. Syahduddi dalam jumpa pers pada Selasa, 24 September 2023.
Observasi kejiwaan dilakukan selama sekitar delapan hari karena perilaku aneh Andi selama penyidikan dan keterangan dari keluarganya.
BACA JUGA: Satreskim Polresta Tangerang Berhasil Tangkap Ketua Panitia Lentera Fest
“Sehingga dokter pun memberikan rekomendasi bahwa tersangka ini memerlukan perawatan psikiatri untuk mengatasi gejala gangguan jiwanya dan pengawasan ketat, guna mencegah terjadinya risiko yang membahayakan diri pelaku sendiri dan juga lingkungan,” tutur Syahduddi.
Lebih lanjut, Syahduddi menyatakan bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh Andi adalah bagian dari gejala gangguan jiwa. Berdasarkan diagnosis skizofrenia paranoid yang berat, penyidik berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selama proses penyidikan.
“Di dalam KUHAP dijelaskan bahwa dalam pasal 109, penyidik memiliki kewenangan untuk menghentikan penyidikan dikarenakan ada tiga hal, yang pertama karena sudah cukup bukti, yang kedua bukan merupakan tindak pidana, yang ketiga demi hukum,” ucap Syahduddi.***