Haidar Alwi Kritik Survei OCCRP soal Jokowi: Pembuktian Hukum Harus Lewat Pengadilan, Bukan Jajak Pendapat

Avatar
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi. ANTARA/Handout
banner 468x60

NALARNESIA.COM – Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R. Haidar Alwi, menilai survei yang dilakukan oleh Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) mengenai daftar pemimpin dunia yang diduga terlibat dalam kejahatan terorganisasi dan sangat lemah, karena segala bentuk pelanggaran hukum tidak bisa dibuktikan hanya melalui jajak pendapat.

“Pembuktian kejahatan atau pelanggaran hukum adalah melalui persidangan di pengadilan, bukan melalui polling atau jajak pendapat,” ujar Haidar dalam keterangannya yang diterima di Jakarta pada Rabu.

banner 225x100

OCCRP sebelumnya memasukkan nama Presiden Indonesia Joko Widodo sebagai finalis “Person of The Year” dalam kategori kejahatan terorganisasi dan 2024. Namun, Haidar menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada putusan pengadilan yang menyatakan Jokowi bersalah dalam kasus tindak korupsi.

“Jika metodologinya benar, seharusnya dewan juri OCCRP tidak meloloskan usulan nama Jokowi. Sebab, bagaimana bisa memasukkan nama seseorang ke dalam daftar tersebut sementara tidak ada satu pun putusan pengadilan yang memvonisnya bersalah atas kejahatan yang dituduhkan? Jelas sekali ini merupakan suatu kesalahan yang nyata,” kata Haidar.

BACA JUGA: Jokowi Tegaskan Tidak Pernah Meminta Perpanjangan Masa Jabatan Tiga Periode

Menurut Haidar, daftar OCCRP, khususnya yang mencantumkan Jokowi, hanya berdasarkan usulan tanpa bukti yang jelas dari pemegang hak suara dalam jajak pendapat. Ia juga khawatir hal tersebut dapat merusak reputasi Jokowi, baik di Indonesia maupun di dunia internasional.

“OCCRP harus meralat rilisnya dan meminta maaf kepada Jokowi. Jika tidak, OCCRP yang berisi para investigasi sama saja dengan mencoreng kredibilitasnya sendiri,” tambahnya.

Haidar juga menyoroti absennya nama tokoh lain yang seharusnya masuk dalam daftar tersebut, seperti Israel , yang sering dikaitkan dengan kejahatan kemanusiaan serta menghadapi dakwaan , termasuk penipuan, penyalahgunaan kekuasaan, dan korupsi.

“Netanyahu yang sudah diperintahkan untuk ditangkap oleh Pengadilan Kriminal Internasional justru luput dari riset OCCRP, sedangkan Jokowi yang tanpa vonis kejahatan malah masuk. Ini semakin menunjukkan kelemahan OCCRP dalam melakukan risetnya,” ujar Haidar.

BACA JUGA: Jokowi Sahkan Undang-undang Kementerian yang Disetujui DPR RI

OCCRP, organisasi jurnalisme investigasi internasional yang berbasis di Amsterdam, Belanda, sebelumnya merilis daftar finalis “Person of The Year” untuk kategori kejahatan terorganisasi dan korupsi yang dipilih berdasarkan jajak pendapat pembaca, , dan dewan juri dari jejaring global OCCRP.

Beberapa nama dalam daftar tersebut, selain Jokowi, adalah Presiden Kenya William Ruto, Presiden Nigeria Bola Ahmed Tinubu, mantan Bangladesh Sheikh Hasina, dan pebisnis asal India Gautam Adani. Sementara itu, Presiden Bashar al-Assad yang baru saja digulingkan dinobatkan sebagai pemenang.

Leave a Reply