NALARNESIA.COM – Warga penghuni rumah susun DKI Jakarta merasa resah dan keberatan atas Keputusan Pj Gubernur Heru Budi di masa akhir jabatannya dan Perumda Air Minum Jaya (PAM Jaya) yang menaikkan tarif layanan air bersih di DKI Jakarta.
Warga rumah susun sendiri terkena kenaikkan tarif tertinggi sebesar 71,3 persen, karena kelompok pelanggannya disamakan dengan pusat perbelanjaan, perkantoran, dan gedung bertingkat komersial lainnya.
Berbagai upaya telah mereka lakukan diantaranya, menemui PAM Jaya, mengaduh ke wakil rakyat (DPRD DKI Jakarta), hingga berkirim surat ke Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Ombudsman RI, namun hingga kini belum membuahkan hasil. PAM Jaya tetap menagih dengan tarif baru progresif, Rp21.500 per m2, sebelumnya Rp12.500 per m2.
”Selama bertahun-tahun warga yang tinggal di rumah susun diperlakukan tidak adil oleh Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya. Kami yang menggunakan air PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari, masak, cuci, dan mandi dikenakan tarif sama gedung-gedung komersial seperti mall dan perkantoran,” kata Pikri Amiruddin penghuni rumah susun Kalibata City, di gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis, 20 Februari 2025.
Bersama belasan warga Kalibata City lainnya, Pikri mendatangi gedung DPRD DKI Jakarta saat Gubernur Pramono Anung menggelar Rapat Paripurna bersama DPRD DKI Jakarta. Mereka ingin mengatakan langsung keluhannya kepada Gubernur baru, namun sayangnya warga rumah susun sulit menembus pengamanan yang begitu ketat.
Akhirnya mereka membentangkan spanduk di depan gedung DPRD DKI Jakarta yang tertuliskan: ”Pak Gubernur Tolong Kami, Bilang ke PAM Jaya, Sesuaikan Kelompok Tarif Air Kami. Kami Rumah Tangga Bukan Komersial!!!!”
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Pramono Anung, mengaku belum mempelajari kenaikan tarif air bersih di DKI Jakarta.
Baca juga: P3RSI Tegas Tolak Kenaikkan Tarif Air Bersih Rumah Susun di DKI Jakarta
“Ya saya terus terang belum mempelajari dan belum membahas secara detail tentang itu. Jadi kalau saya jawab nanti saya ngarang. Saya baru tahu,” ujarnya di Ponpes Al-Hamid, Cilangkap Munjul, Jakarta Timur akhir pekan lalu.
Pikri mengatakan, heran mengapa PAM Jaya tetap mengotot mengatakan warga yang tinggal di rumah susun atau apartemen itu digolongkan sebagai gedung komersial, padahal jelas-jelas adalah keluarga atau rumah tangga yang sama dengan warga yang tinggal di rumah tapak.
”Kami bedanya kami tinggi di rumah susun dengan warga di rumah tapak, kok kami disuruh bayar dengan sama dengan mall dan gedung bertinggi komersial lainnya? Kami ini benar-benar korban dari kekurangpahaman Pemprov DKI dan PAM Jaya,” kata Pikri.
Untuk itu, dia berharap Gubernur DKI Jakarta baru ini, Pramono Anung membatalkan Kepgub 730/2024 tentang Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya yang bertentangan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta, Nomor 37 tahun 2024, tentang Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Tarif Air Minum Perusahaan Umum Daerah Air Minum Jaya.
”Kami akan terus perjuangan hingga mendapatkan keadilan. Karena sebagian besar Warga Kalibata City itu adalah masyarakat menengah ke bawah yang syukur-syukur jika tidak bebani biaya air PAM Jaya yang tidak masuk akal,” tegas Pikri.
Salah kelompok pelanggan
Sementara itu, Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Erlan Kallo mengatakan, warga rumah susun banyak berharap ke Gubernur Pramono Anung mau mendengar keluhannya.
Sebab menurut Erlan, dalam Pergub 37/2024 di Pasal 12, ayat (1) sangat jelas disebutkan bahwa untuk pelanggan rumah tangga yang menggunakan air minum untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum sehari-hari dengan membayar tarif dasar, dikelompokkan dalam Kelompok II (K II).
”Meski kami di gedung bertingkat, kan juga adalah rumah tangga yang menggunakan air dari PAM Jaya untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Erlan yang mendampingi anggotanya mengadu ke Gubernur Pramono Anung.
Karena itu, tegas Erlan, lebih tepat jika anggota pelanggan rumah susun, khususnya yang memiliki fungsi dan peruntukkan sebagai hunian, yang merupakan pelanggan rumah tangga yang menggunakan air minum untuk memenuhi standar kebutuhan pokok air minum sehari-hari, harusnya masuk dalam Kelompok II (K II).
”Kalau kami dikelompokkan di K III itu tidak tepat, bahkan zolim, karena menyamakan kami dengan pusat perbelajaan dan gedung komersial lainnya. Makanya Pasal 13 dalam Pergub itu dibaca dong. Hukum (peraturan) itu harus menyesuaikan perkembangan di masyarakat. PAM Jaya selama ini gunakan kaca mata kuda, kalau aturannya begitu ya tidak bisa lagi dirubah, meski jaman sudah berupa,” katanya.
Perlu diketahui pelanggan PAM Jaya Kelompok III itu dijabarkan dalam Pasal 13 yang berbunyi: Kelompok III sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c menampung jenis Pelanggan yang menggunakan kebutuhan Air Minum untuk mendukung kegiatan perekonomian dengan membayar Tarif Penuh.***