NALARNESIA.COM – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta agar tim dokter dari Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) melakukan autopsi jenazah Afif Maulana (13), seorang pelajar dari Kota Padang, Sumatera Barat, dengan sangat teliti dan mendetail.
“Kemen PPPA berharap proses ini dilakukan sedetail dan seteliti mungkin oleh dokter forensik sesuai dengan keilmuannya,” kata Pelaksana Tugas Asisten Deputi Pelayanan Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kemen PPPA Atwirlany Ritonga di Padang, Jumat, 9 Agustus 2024.
Kemen PPPA, bersama Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LN HAM) yang meliputi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Ombudsman RI, serta Tim Advokasi Antipenyiksaan, berharap agar hasil autopsi ulang dapat diselesaikan sesuai jadwal yang telah ditetapkan.
BACA JUGA: Sinergi Bank DKI dan Transjakarta Resmikan Penamaan Halte Transjakarta Senayan Bank DKI
Jika terbukti ada pelanggaran terhadap hak anak dalam kasus kematian Afif, Kemen PPPA mendorong penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak kepada para pelaku.
“Apabila memang terjadi kasus pelanggaran anak berdasarkan hasil ekshumasi dan autopsi, Kemen PPPA berharap agar undang-undang tentang perlindungan anak bisa diterapkan meskipun itu aparat penegak hukum,” ujar dia.
Sejak awal, Kemen PPPA dan lembaga negara lainnya berkomitmen untuk mengawal kasus kematian Afif yang hingga kini belum terungkap jelas.
BACA JUGA: KPU RI Tunjuk Mochammad Afifuddin Sebagai Ketua KPU yang Baru
Ekshumasi jasad pelajar tersebut oleh dokter forensik pada Kamis, 9 Agustus 2024, menjadi bukti upaya berbagai pihak untuk mengungkap kasus yang sudah berlangsung selama dua bulan ini.
Kemen PPPA juga menegaskan bahwa bersama LPSK, mereka memberikan pendampingan kepada para saksi dan korban lain yang terlibat dalam kasus kematian Afif Maulana.
Dalam upaya ini, Kemen PPPA berfokus pada pendampingan psikologis dengan bantuan psikolog kompeten, sementara perlindungan saksi dan korban menjadi tanggung jawab LPSK.***