NALARNESIA.COM – Saksi dalam kasus dugaan korupsi timah, Sandra Dewi, menyatakan bahwa sebanyak 88 tas mewah miliknya yang disita terkait dakwaan suaminya, Harvey Moeis, merupakan hasil endorsement atau iklan.
Dalam dakwaan, Harvey dituduh melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari uang hasil korupsi timah dengan mentransfer uang ke rekening Sandra untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian 88 tas mewah dan bermerek.
Sandra mengungkapkan bahwa ia mulai menawarkan jasa endorsement sejak 2012, mempromosikan berbagai tas mewah dengan nama baiknya sebagai artis terkenal.
BACA JUGA: Pemkot Jakut Berikan Sosialisasi Nilai-Nilai Antikorupsi Bagi Siswa SD
“Suami saya tidak pernah membelikan saya tas mewah karena dia sudah tahu kalau saya sudah bisa mendapatkan tas-tas itu dari hasil endorsement,” ujar Sandra dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 10 Oktober 2024.
Pada tahun 2014, lebih dari 23 toko tas bermerek di Indonesia sepakat untuk bekerja sama dengan Sandra dalam kegiatan endorsement. Dalam kesepakatan tersebut, Sandra diwajibkan mempromosikan tas mewah yang diberikan, sebagai imbalan untuk tas dan sejumlah uang.
“Ini sudah 10 tahun saya jalani,” katanya.
Ia menambahkan bahwa jumlah tas mewah yang diterima dari endorsement selama 10 tahun lebih dari 88, meskipun beberapa tas lainnya telah dijual karena tidak terpakai. Sandra bersaksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah antara 2015-2022.
“Ada ratusan tas sebenarnya, tapi sisanya tidak saya pakai,” kata Sandra menambahkan.
Kasus ini melibatkan Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai terdakwa.
BACA JUGA: Penyidik KPK Panggil 2 ASN Kemenhub Sebagai Saksi Kasus Dugaan Korupsi DJKA
Harvey didakwa menerima uang Rp420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim, sedangkan Suparta diduga menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dari kasus yang merugikan keuangan negara sebesar Rp300 triliun.
Keduanya juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Mereka terancam hukuman berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sementara itu, Reza tidak menerima aliran dana dari kasus korupsi tersebut, tetapi karena terlibat dan mengetahui perbuatan korupsi itu, ia didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang yang sama.***