NALARNESIA.COM – Pakar hukum dari Universitas Borobudur Jakarta, Prof. Faisal Santiago, menilai bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan bahwa orang tua kandung yang membawa anak tanpa izin dapat dipidana memberikan kejelasan bagi aparat kepolisian.
“Saya sepakat dengan putusan MK. Itu memberi kejelasan (bagi kepolisian),” ujar Faisal dilansri dari ANTARA, Jumat, 27 September 2024.
Faisal menyebutkan bahwa banyak kasus perebutan anak antara mantan suami-istri setelah perceraian. Ia merujuk pada lima ibu, yakni Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani, yang mengajukan uji materi di MK setelah tidak dapat bertemu anak mereka karena dibawa oleh mantan suami.
BACA JUGA: Mahkamah Konstitusi Tolak Permohonan Novel Baswedan Terkati Batasan Usia Capim KPK
“Seharusnya, berdasarkan putusan pengadilan, misalkan, anak tersebut menjadi hak asuh ibu, maka apa pun yang dilakukan oleh bapak-nya harus seizin ibunya. Kalau bapak-nya mengambil secara paksa, itu bisa dikatakan perbuatan penculikan dan sebagainya,” kata Faisal.
Kelima ibu tersebut memiliki hak asuh berdasarkan putusan pengadilan, namun mantan suami mereka diduga membawa anak tanpa izin. Saat para ibu melaporkan kejadian ini ke polisi dengan mengacu pada Pasal 330 ayat (1) KUHP, laporan mereka tidak diproses karena anak tersebut dibawa oleh ayah kandung.
“Mahkamah Konstitusi kan tidak membatalkan anak biologis, bukan untuk menghalangi orang tua berhubungan dengan anaknya. Penegasan ini mencegah anak menjadi bancakan dari orang tuanya,” ujar Faisal.
BACA JUGA: Mahkamah Kehormatan Dewan Minta Klarifikasi Bamsoet Soal Amandemen UUD 1945
Faisal mendukung keputusan MK yang memberikan dasar hukum bagi aparat untuk menangani kasus-kasus seperti ini. Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan bahwa orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh dan mengambil anak secara paksa atau tanpa izin dari orang tua yang berhak, bisa dikenakan Pasal 330 ayat (1) KUHP.
Keputusan ini diambil dalam Putusan Nomor 140/PUU-XXI/2023 yang dibacakan di Ruang Sidang Pleno MK pada 26 September 2024. MK juga menegaskan bahwa tindakan ini harus didasarkan pada bukti bahwa orang tua yang membawa anak melakukannya tanpa persetujuan pemegang hak asuh.
“Seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri untuk menerima setiap laporan berkenaan penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP, dikarenakan unsur barang siapa yang secara otomatis dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ini adalah orang tua kandung anak,” kata Arief.***