Kemenkes Belum Terima Laporan Kasus Bakteri Pemakan Daging dari Jepang di Indonesia

Avatar
Ilustrasi - Suasana di Jepang. ANTARA/HO-Kementerian Kesehatan RI/pri.
banner 468x60

NALARNESIA.COM () menyatakan bahwa hingga kini, Indonesia belum melaporkan kasus infeksi bakteri pemakan daging yang tengah melanda .

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik , Siti Nadia Tarmizi menyebut bahwa sedang menghadapi infeksi sindrom syok toksik streptokokus (STSS) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes kelompok A. Kasus STSS di telah melebihi angka 1.000 dan menjadi perhatian dunia.

banner 225x100

“Yang paling penting saat ini, kebiasaan baik yang sudah terbentuk di masa pandemi COVID-19 terus dijalankan seperti cuci tangan pakai sabun dan memakai masker, sehingga meminimalisir perpindahan droplet lewat pernafasan,” kata Nadia.

BACA JUGA: Kementerian Kesehatan Sebut Angka Kasus DBD Meningkat Selama Periode Januari-Maret 2024

Nadia menjelaskan bahwa bakteri ini disebut “pemakan daging” karena mampu merusak kulit, lemak, dan jaringan di sekitar otot dengan cepat. Penularan STSS, menurutnya, terjadi melalui pernapasan dan droplet, yaitu percikan ludah atau lendir dari penderita.

Meski belum ada laporan kasus di Indonesia, terus memantau situasi melalui surveilans sentinel Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI) serta pemeriksaan genomik.

Ia menambahkan bahwa kasus STSS di Jepang biasanya terjadi di rumah dan disebabkan oleh bakteri streptokokus yang seringkali muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada tenggorokan.

BACA JUGA: Menteri Basuki dan Menkes RI Resmikan Rusun Asrama Poltekkes Kementerian Kesehatan Yogyakarta

Infeksi STSS bisa berakibat fatal karena dapat menyebabkan sepsis dan gagal multiorgan. Namun, gejalanya sering kali ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.

Sejak 1999, Jepang telah melaporkan kasus infeksi streptokokus melalui sistem notifikasi surveilans. Pada 2023, tercatat 941 kasus, dan jumlah ini meningkat menjadi 977 kasus pada Juni 2024.

Meskipun mengkhawatirkan, penyebaran STSS jauh lebih rendah dibandingkan dengan COVID-19. Masyarakat diimbau untuk tetap menjalankan pola hidup sehat, memakai masker saat , dan rutin mencuci tangan.

BACA JUGA: Seluruh Korban Kecelakaan Bus Pariwisata SMK Lingga Kencana Dapat Santunan

Hingga kini, tidak ada pembatasan perjalanan ke dan dari Jepang terkait dengan STSS. Berdasarkan laporan Organisasi Dunia (WHO) mengenai peningkatan kasus iGAS atau invasive Group A Streptococcal disease, termasuk STSS, di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi untuk pembatasan perjalanan ke negara-negara yang terdampak.

Pengobatan STSS melibatkan penggunaan antibiotik, dan hingga kini belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri “pemakan daging” ini.***

Leave a Reply