NALARNESIA.COM – Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menyerukan pengawasan ketat terhadap makanan yang beredar di masyarakat, khususnya produk-produk yang sering dikonsumsi oleh anak-anak.
“Harga yang sangat murah dan industri kemasan yang kekinian, ternyata meninggalkan persoalan untuk anak anak kita yang belum memahami komposisi gizi seimbang,” kata Jasra Putra saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 25 Juli 2024.
Hal ini disampaikannya menanggapi data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang menyebutkan bahwa satu dari lima anak mengalami gangguan ginjal.
BACA JUGA: Pelaku Penjualan Video Porno Anak-anak di Telegram dan X Berhasil Diamankan Polda Metro Jaya
Menurut Jasra, banyak anak-anak mengonsumsi makanan yang mengandung gula, garam, dan lemak berlebih, yang menjadi salah satu penyebab gangguan ginjal pada anak.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa produk-produk tersebut sering kali dikemas dengan menarik, membuat anak-anak tertarik untuk mencobanya.
“Saya kira kemasan makanan sekarang jadi barang mewah, menjadi industri viral dengan kemasan-kemasan yang luar biasa menarik untuk anak,” kata Jasra Putra.
BACA JUGA: Psikolog Sarankan Orang Tua Menghindari Komunikasi Pasif dan Agresif pada Anak
Jasra juga menekankan pentingnya sosialisasi mengenai gejala gangguan ginjal pada anak serta cara pencegahannya.
“Penting segera ada sosialisasi gejala sebelum terganggu ginjalnya dan cuci darah, kemudian konsumsi air putih yang perlu diperhatikan, mengurangi konsumsi zat berpemanis buatan, garam dan lemak,” katanya.
Selain itu, edukasi kepada masyarakat juga perlu dilakukan agar anak-anak mengurangi konsumsi gula berlebihan serta makanan dengan rasa pedas, asam, manis, atau asin yang berlebihan.
BACA JUGA: Nikita Willy Bagikan Tips Atasi Anak yang Alami Trauma Makan
Selain gangguan ginjal, konsumsi makanan berlebihan juga bisa menyebabkan obesitas dan ketidakseimbangan gizi.
“Konsumsi gula yang bila berlebihan akan mempengaruhi suasana hati mereka, yang berujung mudah cemas dan reaktif. Sehingga ujungnya bersikap agresif. Yang menyebabkan anak tidak memiliki kecerdasan emosi, reaktif, berujung rentan, dan mudah mendapat perlakuan salah,” katanya.***









