NALARNESIA.COM – Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ajid Fuad Muzaki, menyebut bahwa politisasi bantuan sosial (bansos) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 tidak seintensif pemilu sebelumnya.
“Politisasi bansos pada Pilkada 2024 tidak terlihat semasif pemilu, tetapi ada indikasi terjadi (politisasi bansos) juga,” ungkap Ajid dalam acara “Penyampaian Hasil Pemantauan Masa Kampanye, Hari Tenang, dan Pemungutan serta Penghitungan Suara,” yang dipantau dari Jakarta, Jumat, 6 Desember 2024.
Menurut Ajid, pengawasan yang lebih ketat dan terbatasnya akses peserta pilkada terhadap bansos menjadi alasan utama berkurangnya intensitas politisasi ini. Ia mencontohkan beberapa daerah di Sumatera Utara, di mana terdapat larangan pembagian bansos menjelang pilkada, yang berdampak pada penurunan praktik politisasi.
BACA JUGA: Ekonom Sebut Bansos Dapat Kurangi Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
“Memang aturan-aturan mengenai pembagian bansos menjelang pemilihan itu yang membuat politisasi bansos ini cenderung menurun,” jelasnya.
Ajid juga membandingkan situasi tersebut dengan Pemilu 2024, di mana lebih banyak aktor politik terlibat, termasuk presiden dan calon legislatif, yang memiliki peluang lebih besar untuk memanfaatkan bansos dibandingkan dengan peserta Pilkada 2024.
“Jadi, kemungkinan untuk menggunakan fasilitas bansos pada pilkada ini bisa dikatakan cukup sedikit karena aksesnya memang terbatas,” tambahnya.
BACA JUGA: Dukung Kesejahteraan Sosial, Bank DKI Distribusikan Bansos di Kepulauan Seribu
Faktor lain yang memengaruhi adalah perhatian masyarakat pada calon kepala daerah yang lebih langsung berinteraksi dengan penduduk lokal, sehingga distribusi bansos menjadi lebih personal dan tepat sasaran.
“Selain itu, yang (mendapat bansos) memang yang mempunyai kedekatan pribadi dengan calon (kepala daerah),” tutup Ajid.***