NALARNESIA.COM – Studi terbaru menemukan bahwa mengonsumsi jenis-jenis spesies laut tertentu secara rutin dapat meningkatkan risiko paparan zat perfluoroalkyl dan polyfluoroalkyl (PFAS), yang sering disebut sebagai “bahan kimia abadi”.
Penelitian ini dilakukan pada penduduk Portsmouth, New Hampshire, dan menemukan konsentrasi tertinggi PFAS pada udang dan lobster.
“Kami berharap hal ini dapat menarik perhatian pada fakta bahwa konsumsi makanan laut dapat menjadi jalur penting paparan PFAS bagi konsumen makanan laut yang tinggi,” ucap rekan penulis studi dan profesor riset di Departemen Ilmu Biologi di Dartmouth College, Celia Y. Chen, PhD.
PFAS adalah bahan kimia yang digunakan dalam berbagai produk, dari pakaian hingga insulasi kabel listrik. Karena tidak terurai sepenuhnya, bahan ini mencemari udara dan air, termasuk makanan dan minuman kita.
BACA JUGA: Tips Memilih Menu Makanan untuk Sahur dan Berbuka Selama Ramadhan
“Makanan laut merupakan sumber protein tanpa lemak dan asam lemak omega yang sangat baik, namun mungkin juga mengandung PFAS atau merkuri, jadi penting bagi kita untuk menjadi konsumen yang berhati-hati. Hal ini sangat penting bagi kelompok rentan, seperti orang hamil dan anak kecil,” kata Romano.
Para ilmuwan telah mengaitkan PFAS dengan dampak kesehatan seperti gangguan pertumbuhan, kerusakan hati, dan peningkatan risiko kanker.
Namun, penulis studi, Megan Romano, PhD, mencatat bahwa masih banyak yang perlu dipahami tentang hubungan antara PFAS dan makanan laut, termasuk faktor-faktor yang menyebabkan akumulasi PFAS di jaringan hewan air.
BACA JUGA: Tips Konsumsi Makanan yang Aman Bagi Penderita Diabetes Saat Lebaran
“Kuncinya adalah mengonsumsi makanan seimbang yang mencakup beragam makanan sehat dan sumber protein,” kata Romano.
Para ahli menyarankan tidak perlu menghindari makanan laut sepenuhnya untuk mengurangi paparan PFAS yang berbahaya. Yang penting adalah berhati-hati dalam memilih jenis makanan laut yang dikonsumsi.
Sebaiknya pilih spesies dengan kandungan PFAS yang lebih rendah, seperti nila, yang umumnya memiliki kontaminasi lebih sedikit dibandingkan ikan yang lebih besar.***