NALARNESIA.COM – Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Pancasila (UP), menyayangkan perilaku rektor kampusnya, Edie Toet Hendratno, yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pelecehan seksual.
Meskipun UP telah membentuk satuan tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), yang diresmikan oleh Edie Toet Hendratno sendiri, aksi pelecehan seksual justru dilaporkan melibatkan rektor yang meresmikan satgas tersebut.
“Apalagi kan udah ada satgas PPKS itu ya, udah ada, setahu aku yang ngeresmiin itu kan rektornya,” kata Difty kepada Suara.com di Universitas Pancasila, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin, 26 Februari 2024.
Edie dilaporkan ke polisi atas dugaan pelecehan seksual terhadap bawahannya, RZ. Difty menilai tindakan rektor UP tidak mencerminkan integritas dan bertentangan dengan pernyataannya.
BACA JUGA: Diduga Mengantuk, Mobil Masuk Parit Usai Tabrak Pohon di Ngawi
Ia juga menganggap bahwa kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampusnya sangat tidak dapat diterima.
“Kan gak berintegritas kalo gitu, dari situ kan kita bisa menilai bahwa orang ini cuman omon-omon doang. Kacau sih kalo menurut aku,” katanya.
Sebelumnya dikabarkan, Senat Keluarga Mahasiswa Universitas Pancasila (KMUP) telah mengecam tuntutan agar rektor Edie Toet Hendratno dinonaktifkan dari jabatannya sebagai respons terhadap kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan namanya.
Kejadian tersebut diduga terjadi di lingkungan Universitas Pancasila (UP).Tuntutan tersebut tidak diajukan tanpa alasan, karena menurut Senat, langkah tersebut sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Menteri (permen) yang telah diakui dan ditetapkan.
BACA JUGA: Pendaki Gunung Cikuray Tewas Usai Tersambar Petir, Saat Ini Sudah di Evakuasi
“Mendesak dan menuntut satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) untuk menonaktifkan sementara rektor UP dari jabatannya selama berjalannya proses hukum,” tulis Senat KUMP di akun Instagram resminya pada Sabtu, 24 Februari 2024.
“Sesuai amanat peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia nomor 30 tahun 2021,” tulisnya.***