NALARNESIA.COM – Pertanyaan tentang mimpi basah sering muncul di kalangan umat Islam saat menjalani bulan Ramadhan, termasuk kekhawatiran apakah itu akan membatalkan puasa seseorang.
Mimpi basah adalah fenomena alami dimana air mani atau sperma keluar saat seseorang tidur, biasanya dialami oleh pria dewasa. Hal ini sering terjadi ketika seseorang bermimpi tentang hubungan seksual, meskipun kadang-kadang bisa terjadi tanpa rangsangan tertentu.
Secara medis, minimnya aktivitas seksual merupakan salah satu faktor pemicu mimpi basah.
Mengenai hukum mimpi basah terhadap puasa, termasuk jika seseorang menonton film porno di malam harinya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan K.H. Ahmad Fahrur Rozi menjelaskan bahwa mimpi basah tidak membatalkan puasa, baik itu disebabkan oleh menonton film porno atau khayalan lainnya.
BACA JUGA: Ini Dia Makanan yang Wajib Dimakan Saat Berbuka Puasa, Agar Jauh Dari Maag
Puasa hanya akan batal jika air mani keluar karena onani atau hubungan seks di siang hari. Mimpi basah yang terjadi di siang hari selama bulan Ramadhan tidak mempengaruhi validitas puasa, meskipun sampai terjadi keluarnya air mani atau sperma.
Hal ini merupakan kesepakatan ijma' para ulama karena mimpi tersebut bukanlah tindakan yang dapat disengaja dan seseorang tidak memiliki kendali atas hal tersebut.
Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits shahih bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ عَنِ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَحْتَلِمَ ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
Artinya: Pena catatan amal diangkat dari tiga golongan: dari orang yang sedang tidur sampai dia bangun, dari anak laki-laki sampai dia baligh, dan dari orang gila sampai dia berakal.
BACA JUGA:Resep Minuman Jahe, Berkhasiat Tingkatkan Daya Tahan Tubuh Saat Puasa di Musim Hujan
Manusia juga pada dasarnya tidak mempunyai daya untuk menghindari mimpi basah dan tidak pula mampu untuk menahannya.
Allah SWT tidak membebani manusia dan tidak pula menuntut pertanggungjawaban kecuali atas apa yang dapat ditanggungnya, seperti difirmankan dalam Surat Al Baqarah ayat 286.
لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَاۗ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَاۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖۚ وَاعْفُ عَنَّاۗ وَاغْفِرْ لَنَاۗ وَارْحَمْنَاۗ اَنْتَ مَوْلٰىنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَࣖ
Artinya: Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya. Baginya ada sesuatu (pahala) dari (kebajikan) yang diusahakannya dan terhadapnya ada (pula) sesuatu (siksa) atas (kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa,) “Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau bebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah pelindung kami. Maka, tolonglah kami dalam menghadapi kaum kafir.”***