NALARNESIA.COM – Psikolog anak dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Fabiola Priscilla, M Psi, menyarankan agar orang tua menghindari komunikasi yang agresif atau pasif dengan anak-anak mereka.
“Misalnya ketika orang tua mengeluarkan kalimat “enggak usah pulang-pulang sekalian” kepada anak karena kesal melihat anaknya tidak kunjung pulang ke rumah setelah bermain di luar rumah. Itu merupakan contoh pola komunikasi yang agresif,” kata Fabiola dalam seminar mengenai “kiat-kiat mengatasi stres pada orang tua dalam mempersiapkan anak kembali sekolah” yang diikuti wartawan di Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024.
Fabiola memberikan contoh komunikasi pasif, yaitu ketika orang tua mengomentari nilai ulangan anak yang hanya 70 dengan mengatakan, “aduh anak tetangga bisa 80 nih, masa kamu tidak bisa dapat 85.”
“Dua-duanya bisa menyakiti anak, makanya tidak dianjurkan. Kami menganjurkan penerapan pola komunikasi asertif, yaitu sampaikan apa yang diharapkan orang tua kepada anak, dan ajarkan juga cara melakukannya,” kata Fabiola.
BACA JUGA: Tips Memilih Makanan yang Baik Untuk Anak Usia 1 Tahun, Usahakan Hindari Makanan Ini
Sebaliknya, Fabiola menunjukkan contoh komunikasi asertif dengan mengatakan, “Mama harap kamu pulang jam empat sore, nak. Supaya kamu bisa mandi dulu sebelum kamu main, mama yakin kamu bisa melakukan itu kok.”
Menurut Fabiola, anak akan lebih mudah memahami aturan yang diberikan oleh orang tua jika disampaikan dengan cara seperti ini.
Sementara itu, Kepala Sekolah Dasar BPK Penabur Pondok Indah, Evert F. Fanggidae, berpendapat bahwa anak didik seharusnya difasilitasi ketika diminta oleh guru untuk melakukan sesuatu.
Evert sangat tidak setuju dengan metode pengajaran yang memaksa anak didik untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik.
BACA JUGA: Pelaku Penjualan Video Porno Anak-anak di Telegram dan X Berhasil Diamankan Polda Metro Jaya
“Sebaiknya anak (yang lambat belajarnya) diajak mengobrol dulu untuk melihat potensinya itu ada di mana, lalu fasilitasi semua yang dia suka (caranya),” kata Evert.
Sebagai contoh, jika ada anak yang belajar dengan lambat di kelas, memaksa anak tersebut belajar lebih cepat dapat menyebabkan suasana kelas menjadi tidak efektif bagi anak didik lainnya, serta mengurangi efektivitas pengajaran guru.***